PEMULUNG MALANG
Penglihatanku tertuju pada seorang wanita yang
berbalut emas pada tangan dan lehernya, apakah dia pamer ? gumamku dalam hati.
Seketika pandanganku teralihkan oleh gemuruh yang bergetar di perutku, laparnya
diriku. Apalagi aku hanya makan sedikit tadi pagi, itupun dari sisa-sisa
makanan orang-orang kaya yang dengan gampang membuang makanan mereka jika mereka sudah kekenyangan dan tak sanggup
untuk menghabiskannya.
Aku
mulai melangkah meninggalkan tempat istirahatku tadi, sambil aku menyisiri
jalanan dan memeriksa tempat sampah. Ya itulah aku, aku seorang pemulung yang
berkelana di pinggiran kota untuk mencari sesuap nasi dari hasil kerjaku
memilah sampah.
Dengan
hidupku yang serba kekurangan ini, aku selalu optimis untuk menjalani hidup.
Terkadang aku juga kecewa, kecewa dengan hidupku ini. Apakah ini takdirku ?
apakah ini jalanku ? apakah aku akan seperti ini hingga nafas terakhirku ?
apakah… apakah semua ?.... hah sudahlah, tiada gunaku pertanyakan yang tiada
jawabannya.
Sebenarnya
diriku tidak ingin seperti ini, aku punya cita-cita ku sejak kecil. Aku ingin
menjadi seorang pilot pesawat terbang, aku terkesima setelah melihat benda
besar itu melayang di udara yang tinggi ketika ku kecil dulu.
Semua
impianku sirna sudah, ketika kedua orang tuaku menelantarkan diriku. Hidup
dengan seorang ayah pemabuk dan penjudi, juga ibu yang kasar. Diriku bagaikan
cerita-cerita pedih yang dialami anak angkat, aku merasa diriku tidak dibutuhkan di keluarga ini.
Saat
diriku masih tinggal bersama kedua orang tuaku, diriku hanya dijadikan sebagai
pelampiasan amarah mereka. Sehingga satu hari terjadi padaku, saat aku menjadi pelampiasan oleh ayahku, aku
mengalami patah kaki.
Aku
sempat dibawa berobat ke rumah sakit, tetapi dokter bilang aku tidak akan bisa
lagi berjalan dengan baik, dan itupun membutuhkan dana yang besar untuk
mengobati kakiku ini, hingga aku ditelantarkan dirumah sakit dan mereka pergi
entah kemana.
Diriku
sangat malang, karena menanggung beban itu sendiri, pedih rasanya ketika aku
ditinggal sendiri disaat keadaanku seperti ini, terluka dan membutuhkan mereka
disampingku.
Sejak
saat itulah diriku seperti ini, ketika diriku baru berumur tujuh tahun harus
hidup sendiri tanpa perlindungan. Apalagi aku hanya seorang gadis kecil yang pincang,
tak sanggup lagi diriku berlari seperti dahulu.
Melihat
masalaluku yang menyedihkan, aku sering merasa iri dengan mereka. Ya mereka,
mereka yang hidup serba ada. Memiliki orang tua yang sangat menyayangi
anak-anaknya, mendidik dan mendukung anak-anak mereka untuk menggapai
cita-citanya.
Dengan
usiaku saat ini, aku tak tahu entah telah berapa lama aku melewatinya, tetapi
yang pasti tubuh ini sudah terasa tua dan lelah untuk berjalan, hanya jika aku
berjalan,, aku bisa mendapatkan pengganjal perut ini.
Betapa
malangnya diriku ini, hingga tua masih sendiri, sendiri menghidupi tubuh ini.
Hingga waktu berlalu, aku akan menyusuri jalan ini, jalanan yang selalu
menemani dan mengerti akan diriku selama ini.
By
al-mudazi.
0 komentar:
Posting Komentar